Siapa Aja Tokoh-Tokohnya?
Dakota Johnson jadi Lucy Mason — mak-comblang sukses, wanita karir, sekarang lagi galau cari jodoh.
Pedro Pascal jadi Harry Castillo — pria tajir, berkecukupan, tampan, “paket lengkap” ala ideal pasangan masa depan.
Chris Evans jadi John — mantan Lucy, dulu sempat pacaran, sekarang hidup agak syulitt (aktor yang masih struggle & kadang serabutan buat penghasilan tambahan), representasi cinta yang penuh perjuangan dan ketidakpastian.
Jadi inti konflik film ini: cinta segitiga antara “masa depan nyaman + materi + status” (Harry) vs “masa lalu + cinta yang sederhana tapi nyata + emosional” (John), dengan Lucy sebagai orang yang harus memilih.
Apa yang Bikin Aku Ngerasa “Kena” Sama Ceritanya
Aku nonton film ini sambil mikir bahwa karakter Lucy tuh, agak mirip sama aku (eits bukan dari sisi mukanya yang mirip ya). Kita sama-sama ngejar karir, pengin “naik”, pengin “pantes” di dunia yang kadang keras.
Dan film ini ngegambarin betul gimana: makin tinggi karir / status seseorang — makin besar juga pride-nya. Lucy sampai mikir: “Aku layak dapet A-Class man!” Kalau sudah masuk mindset itu, gampang banget kehilangan perspektif: apa yang benar-benar kita butuhkan, dan apa yang cuma kita pikir “seharusnya” kita dapat.
Film ini nunjukin bahwa terkadang kita mengejar “paket ideal” — materi, status, kenyamanan — padahal hati & perasaan bisa beda jalur.
Konflik Cinta & Dilema Lucy: Harry vs John
Kalau kita tanya: apa yang bikin Lucy nimbang antara Harry & John?
-
Di satu sisi, Harry memenuhi “semua list di atas kertas”: mapan, stabil secara finansial, tampil sempurna — ideal bgt deh bagi siapa pun yang pengin kenyamanan hidup dan masa depan aman.
-
Di sisi lain, John meskipun struggle secara materi, punya “emosi real”, kenangan, dan koneksi yang sulit dijelaskan. Mungkin bukan ideal di atas kertas — tapi nyata di hati.
Menurut aku, kalau Lucy ketemu lebih dulu sama Harry, tapi kemudian ketemu John di tengah-tengah, bisa saja dia bingung: “Apakah kenyamanan & materi cukup? Atau hati butuh lebih dari itu?” Kayaknya tergantung momen dan siapa yang paling banyak bagi waktu & kasih perhatian deh? (dalam case film ini ya).
Kalau kita balik posisi: misalnya ketemu John duluan, terus tiba-tiba ada Harry yang paket lengkap — bisa jadi dilemma makin pelik. Emosional connection bisa aja goyah, atau bisa juga hati tetap milih yang “nyambung”. Sulit diprediksi sih, alias hal-hal gini tuh subjektif bgt.
Dan film ini menurutku keren karena nggak nyogok jawaban bahwa “materi itu buruk” atau “cinta itu selalu romantis.” Film mempertanyakan — boleh nggak kita pilih berdasarkan materi, status, kenyamanan? Atau apakah cinta tetap “love has to be on the table”?
Ending Film (SPOILER ALERT!)
Dibalikin ah tuliannya, takut kebaca sama yg gak suka spoiler :
Kalau Ini Kisah Kita… Apa yang Bakal Kita Pilih?
Aku pengen percaya bahwa cinta & koneksi emosional punya kekuatan besar, karena materi bisa hilang, status bisa runtuh, tapi perasaan & hubungan yang dibangun dengan jujur punya peluang untuk tahan lama.
Mungkin bukan jawaban final. Tapi film ini berhasil bikin aku introspeksi: apa yang sebenarnya aku cari — “A-Class life”, atau kehidupan dengan orang yang ajak kita berkembang dan terima kita apa adanya.
Yah.. siapalah gw, Dakota Johnson juga bukan, cakep-cakep banget juga enggak.
Well, cinta tampaknya bukan hal yg bisa diprediksi dgn mudah, seperti apa kata Lucy : love has to be on the table. Dan yg bisa memutuskan kita bakal cinta dgn siapa, terkadang bukanlah keadaan atau pilihan, tapi : takdir (ahsedaap).






Tidak ada komentar